Benarkah pilihan-pilihan sejarah manusia harus dibatasi dengan garis yang memisahkan atau menghubungkan sosialisme dan kapitalisme, kalau demikian halnya, alangkah sempitnya dunia, alangkah miskinnya manusia”.
(BAB II Manifesto Politik Front Perjuangan Pemuda Indonesia)

Sejarah FPPI

Pasca Mei 1998 yang ditandai dengan pengunduran diri Soeharto, kepemimpinan nasional tak mampu lagi menertibkan situasi politik, sosial, ekonomi dan menyelenggarakan pengadilan terhadap kejahatan-kejahatan Orde Baru. Kasus-kasus ketidakadilan kepada rakyat atas nama pembangunan belum terselesaikan dengan tuntas.
Disisi lain, gambaran oposisi ekstra parlemen baik pressure group maupun gerakan mahasiswa retak akibat perbedaan cara pandang tentang kepemimpinan nasional, yang juga mengakibatkan situasi sosial politik ditingkatan masyarakat bertambah runyam. Tak ada lagi gerakan sosial yang merespon permasalahan ditingkatan masyarakat seperti upah buruh, harga pupuk, land reform, harga beras, keselamatan nelayan dan lain-lain.
Menjelang pemilu 1999, kondisi yang ada bertambah berat. Suasana negara memanas. Ditambah dengan banyaknya partai politik yang terlibat dalam kontestasi politik yang tidak melakukan pemberdayaan terhadap massanya sehingga kesadaran rakyat tidak pernah tumbuh.
Partai politik dalam reformasi kebebasan konyol hanya memberikan pendidikan yang berujung kepada pertumpahan darah. Melihat konflik horizontal yang menguat dan ketidakseriusan para elit penyelenggara roda pemerintahan ini, memunculkan pertanyaan mendasar bagi pergerakan, siapa yang akan menjadi pelindung rakyat?
Reformasi adalah pelajaran dan perubahan adalah kerja. Respon politik terhadap jatuhnya Soeharto belum menjadi ruang-ruang pembebasan bagi elemen-elemen rakyat. Dengan demikian, harus ada usaha radikal dari kalangan pergerakan. Yang dibutuhkan sekarang ini adalah proses gerakan revolusioner untuk mengakhiri omong kosong penguasa dan basa-basi kelompok elit reaksioner. Demi inilah Front Perjuangan Pemuda Indonesia lahir.

Sikap Politik

Tribalisme akibat tiadanya kebanggaan dan penghargaan pusat kepada daerah, sentimen anti jawa akibat kesalahan Soeharto plus kepentingan kapitalisme global, mengakibatkan semangat disintegrasi terus berkobar, terutama pada saat momentum evaluasi kinerja penguasa yang seringkali berujung kepada pergantian kepemimpinan nasional.
Semangat disintegrasi saat ini berhasil dihembuskan berkat provokasi dan kepentingan kapitalisme internasional dengan alatnya yaitu Trans National Corporations (TNCs) dan Multi National Corporations (MNCs), maka bangkit dan melawan terhadapnya adalah satu pilihan dan kewajiban, karena kita tidak ingin wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terus menerus dieksploitasi dan dijajah.
Kehadiran FPPI adalah untuk mengawal Republik dari pertama, penetrasi dunia pertama kepada dunia ketiga yang memanfaatkan momentum proses sosial penuh kekerasan, kedua disintegrasi bangsa yang memudahkan para pemilik modal untuk melakukan pemilikan kekuasaan atas modal adan alat produksi, dan ketiga menyelamatkan republik dari bahaya demokrasi terpimpin.

Kerja-Kerja Pergerakan

Situasi obyektif negara yang masih diliputi oleh ketidakadilan kepada rakyat sebagai pemegang kuasa atas negara tentunya harus disikapi dengan sebuah langkah yang teratur sekaligus revolusioner. Kepemilikan atas modal dan alat produksi oleh rakyat merupakan keniscayaan yang harus segera diwujudkan.
Kerja-kerja Nasional, Demokrasi dan Kerakyatan merupakan langkah –langkah yang selama ini dilakukan oleh FPPI sejak tahun 1996 ketika masih menjadi embrio, FPPI telah melakukan berbagai intensifikasi kerja advokasi kepada rakyat. Pembelaan Kasus Tanah Probolinggo, Kasus Pasar Wonosobo, Buruh Jombang dan Surabaya, Kasus Tanah Surabaya, Blitar, Kediri, Garut, Medan, Kendal, Batang, dan Pekalongan merupakan sebagian dari realisasi dari cita-cita besar pergerakan Front Perjuangan Pemuda Indonesia.
Selain hal tersebut, penyikapan terhadap situasi politik yang masih mencerminkan kekuasaan yang tidak berujung pangkal dan tidak mempunyai keberpihakan terhadap rakyat juga menjadi program politik dari Front Perjuangan Pemuda Indonesia. Dengan berdasar pada dua aras tersebut, maka wajib adanya ; Mendidik Rakyat Dengan Pergerakan dan Mendidik Penguasa Dengan Perlawanan

Sembako Perjuangan

Bila pergerakan dijalankan sedemikian rupa, maka kita memandang ada sembilan bahan pokok perjuangan yang harus terus disuarakan dalam skala prioritas yang sama.
  1. 1. Lapangan Kerja untuk Rakyat
  2. 2. Pendidikan Murah untuk Rakyat
  3. 3. Tanah untuk Rakyat atau Reformasi Agraria
  4. 4. Peradilan Kejahatan Politik-Ekonomi Jenderal Soeharto
  5. 5. Nasionalisasi Harta-benda Pejabat Korup Orba
  6. 6. Penghapusan Utang Luar Negeri
  7. 7. Kembalikan Aset Negara yang Tergadai
  8. 8. Naikan Upah Buruh untuk Meningkatkan Kesejahteraannya
  9. 9. Bubarkan Lembaga Teritorial dan Ekstrayudisial TNI
Lahir untuk Respublica

Kabar Terbaru